Hak Asasi Manusia mengecam penangkapan dan serangan terhadap aktivis LGBTQIA+ di Qatar

Human Rights Watch (HRW) melaporkan pada Senin (24) ini bahwa polisi Qatar secara sewenang-wenang menangkap dan melakukan pelecehan terhadap anggota komunitas LGBTQIA+ sebelum Piala Dunia, yang dimulai pada bulan November. Menurut laporan organisasi tersebut, terdapat enam kasus penyerangan dan lima kasus pelecehan seksual dalam tahanan polisi antara tahun 2019 dan 2022.

Kasus terbaru terjadi pada bulan September, ketika empat perempuan trans, seorang perempuan biseksual dan seorang laki-laki homoseksual dibawa ke penjara bawah tanah di Doha. Menurut laporan, di tempat kejadian mereka “diserang secara verbal dan menjadi sasaran kekerasan fisik, dengan tamparan, tendangan dan pukulan yang menyebabkan pendarahan”.

PUBLISITAS

Dalam semua kasus, para tahanan terpaksa membuka kunci ponsel mereka untuk menyerahkan kontak orang lain di dalamnya Komunitas LGBTQIA+. Negara konservatif dan mayoritas Muslim ini melarang pernikahan sesama jenis dan hubungan seksual, yang dapat dihukum hingga tujuh tahun penjara. Namun tidak satupun tahanan yang disebutkan dalam laporan tersebut secara resmi didakwa.

Menurut Hak Asasi Manusia, keenam orang tersebut tampaknya ditahan berdasarkan undang-undang tahun 2002 yang mengizinkan hukuman hingga enam bulan penjara tanpa tuntutan resmi “jika ada alasan untuk meyakini bahwa orang tersebut telah melakukan kejahatan.”

Sumber pemerintah Qatar menyatakan, menurut AFP, bahwa versi tersebut salah. “Qatar tidak menoleransi diskriminasi terhadap siapa pun. Polisi dan prosedur kami ditandai dengan komitmen terhadap hak asasi manusia untuk semua”, katanya.

PUBLISITAS

Hak Asasi Manusia meminta FIFA untuk menekan Qatar agar mengadopsi undang-undang yang melindungi kelompok LGBTQIA+. FIFA menjamin bendera pelangi, simbol komunitas, akan diizinkan di dalam dan sekitar stadion selama Piala Dunia. Striker Inggris Harry Kane adalah salah satu dari beberapa kapten tim Eropa yang promeAnda dapat mengenakan warna kampanye “Satu Cinta” sebagai ban lengan, yang melambangkan perjuangan melawan diskriminasi.

(Dengan AFP)

gulir ke atas